Tim Mahasiswa Fasilkom UI Sabet Juara 1 Business Plan IDEAS UGM Lewat Inovasi Digital “Moelung”

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia > Achievements > Tim Mahasiswa Fasilkom UI Sabet Juara 1 Business Plan IDEAS UGM Lewat Inovasi Digital “Moelung”

Depok, 14 Juli 2025 – Inovasi dan pemahaman akan isu sosial menjadi dua kekuatan utama yang mengantar tim mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) meraih juara pertama dalam ajang kompetisi Business Plan IDEAS Batch 11 yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada (UGM).

 Tim yang dinamai IoTrash, terdiri dari Edward Salim, Resanda Dezca Asyam, dan Palupi Wilda Utami, sukses mencuri perhatian juri lewat gagasan teknologi yang memberdayakan pemulung dan mengatasi problem pemilahan sampah di Indonesia.

Berkompetisi di antara puluhan tim dari berbagai universitas di Indonesia, IoTrash tampil menonjol dengan solusi digital berbasis platform bernama Moelung, yang mengintegrasikan sistem pengumpulan dan pengolahan sampah. 

Dalam sesi final pitching di UGM, mereka memaparkan konsep bisnis yang dinilai kuat, feasible, serta membawa dampak nyata bagi masyarakat.

“Awalnya karena temanya tentang sustainability dan entrepreneurship. Kita mikir, masalah lingkungan apa sih yang paling krusial? Jawabannya ya sampah. Dari sana kita telusuri lebih dalam dan menemukan bahwa peran pemulung itu besar, tapi kesejahteraannya sering kali diabaikan,” kata Edward Salim saat diwawancarai belum lama ini. 

Edward menjelaskan bahwa timnya tidak hanya menyoroti isu pengolahan sampah dari sisi teknis, tetapi juga berangkat dari empati terhadap mereka yang berperan besar dalam ekosistem pengelolaan sampah nasional.

 “Salah satu aktor terbesar terkait dengan pemilahan sampah adalahitu yaitu pemulung. Terus dari sana kita kepikiran buat menggabungkan dari hulu ke hilir, tahapan-tahapan pemulung sampai dengan pengolahan sampah tersebut jadi bahan ekspor dan semacamnya. Biar circular economy dan digitalisasi serta dapat meningkatkanpeningkatan kesejahteraan pemulung,” jelasnya.

Kekuatan pendekatan IoTrash terletak pada analisis menyeluruh yang mereka lakukan. Edward mengungkapkan bahwa mereka menggunakan metode root cause problem analysis, pembuatan persona untuk tiap aktor dalam sistem (pemulung, pengepul, stakeholder), dan menyusun value proposition canvas untuk memastikan solusi benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.

“Kita benar-benar ngecek masalahnya dari akarnya. Misalnya, apa yang jadi pain mereka, apa yang bisa kita bantu jadi gain. Dari sana baru kita kembangkan rencana bisnis, lihat peluang pasarnya, kompetitor, dan seberapa besar dampak yang bisa kita capai,” terang Edward.

Platform Moelung dirancang untuk bisa mengakses peluang kerja secara fleksibel dan terdata melalui aplikasi. Konsep ini sengaja dikemas dengan pendekatan branding yang segar dan jauh dari stigma negatif dari memulung. 

“Terus secara branding kita juga beneran bawanya bagus dan nggak ngebosenin. Karena kita kan bawa Moelung terus agak lucu, agak cute, secara branding juga lebih oke, dan secara model bisnis beneran feasible dan besar,” tutur Edward. 

Tim IoTrash juga berbagi terkait sSalah satu momen paling mencolok yang terjadi saat pitching final di UGM. Selain harus menghadapi juri yang kritis, mereka juga ditantang untuk melakukan sesi wawancara langsung dengan panitia di atas panggung tentang persepsi mereka terhadap pekerjaan pemulung.

“Itu pertama kalinya kita harus turun stage untuk wawancara. Cukup unik sih, dan menunjukkan seberapa dalam kita memahami masalah yang kita angkat. Itu juga yang mungkin bikin kita menonjol dibanding tim lain,” tambahnya.

Meski keluar sebagai juara, Edward tidak menutupi tantangan yang mereka hadapi di poin pengembangan. “Challenge-nya itu juga bisnis plan pertama. Jadi kayak takutnya ada yang ketinggalan, terus kayak bikin prototype-nya kan kita bikin pakai frameworkaplikasi Flutter. Kan bBuat prototype-nya itu lumayan makan waktu juga,” tutur  Edward. 

Ia pun mengakui bahwa bagian tersulit justru saat harus mempresentasikan model keuangan dan strategi pemasaran di hadapan dewan juri. “Kita sempat banyak ditanya di bagian finance.  Juri juga tanya kenapa branding-nya kayak gini, kenapa mulung? Kita jawab, justru kita ingin hilangkan stigma negatif itu dan bikin jadi tren positif,” tuturnya.

Sebagai mahasiswa Fasilkom UI, Edward menilai latar belakang akademiknya sangat membantu dalam merancang solusi teknologi untuk pengelolaan sampah di Indonesia. “Dari Fasilkom, kita mungkin salah satunya dengan membuat startup, membuat inisiatif di mana digitalisasi sampah biar lebih terukur, atau mungkin bisa buat penyatuan, membuat lebih efisien secara pengelolaan. Mungkin bisa lewat ckomputer vision, buat new startup pengelolaan sampah lebih mudah, dan machine learning,” paparnya.

Meskipun saat ini platform Mulung masih dalam bentuk prototype, Edward dan timnya berharap suatu saat bisa merealisasikan bisnis ini menjadi startup sungguhan. “Business plan-nya sudah tervalidasi. Cuma tantangannya kita belum punya domain expertise soal lingkungan. Butuh mentor atau tim yang lebih paham soal ekologi supaya idenya bisa dibangun secara serius,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan pesan penting bagi mahasiswa lain yang ingin mencoba untuk mengikuti kompetisi. “Kalau baru pertama kali ikut saja kompetisi, gak perlu nunggu tahu semua teorinya. Yang penting daftar dulu, nanti belajarnya sambil jalan. Dan kalau sudah menang, jangan berhenti di proposal. Realisasikan,” tutup Edward.

Lewat semangat kolaborasi, ketekunan riset, dan keberanian mengusung ide, tim IoTrash membuktikan bahwa inovasi teknologi bisa hadir dari ruang kelas dan menjawab persoalan nyata. Bukan hanya soal menang, melainkan juga soal dampak.