Selasa, 24 November 2015 Yayasan Pembinaan dan Pengembangan SDM IPTEK yang didirikan oleh Prof. Dr.-Ing. B.J. Habibie menyelenggarakan penganugerahan Habibie Award Periode XVII Tahun 2015 bertempat di Perpustakaan Habibie & Ainun, Jakarta. Penghargaan B.J. Habibie atas prestasi putra-putri bangsa Indonesia ini berupa pemberian Medali, Piagam dan Beasiswa S3 Dalam Negeri. Program ini telah memberikan pengahargaan Habibie Award kepada 50 orang sejak tahun 1999 serta 87 orang penerima Beasiswa S3. Penerima Habibie Award Periode XVII Tahun 2015 adalah Prof. Dr. Nina Helina, M.S. untuk bidang Imu Sosial, Prof. Emr. Drs. Abdul Djalil Pirous di bidang Ilmu Kebudayaan dan Dr. Eng. Wisnu Jatmiko, S.T., M.Kom. di bidang Ilmu Rekayasa.
Wisnu Jatmiko merupakan Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat di Fasilkom UI. Diusianya ke 41 tahun ini, Dr. Wisnu masih aktif dan produktif sebagai peneliti di bidang Teknologi Informasi. Permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari sering kali memotivasi Dr. Wisnu untuk berkarya dan berinovasi sesuai dengan bidang minatnya. Salah satunya adalah permasalahan lalu lintas di Ibu Kota Jakarta. Dr. Wisnu bersama timnya berhasil membangun sebuah sistem lalu lintas terdistribusi. Sistem lampu lalu lintas ini akan berubah sesuai dengan keadaan lalu lintas pada lingkungan tersebut. Selain itu, kecintaannya akan dunia robotika menggugahnya untuk berinovasi. Sebuah algoritma pencarian sumber gas menjadi ide kreatif dari lulusan program Doktor di Nagoya University, Jepang ini. Algoritma tersebut diinstalasi pada sekawanan robot yang kemudian dapat membantu manusia dalam mendeteksi area-area sumber gas.
Bidang lainnya yang turut diselami oleh Dr. Wisnu adalah bidang kesehatan. Termotivasi dari keterbatasan tenaga ahli jantung dan ahli USG di Indonesia, Dr. Wisnu dan timnya berpikir untuk mulai memanfaatkan tangan-tangan kecil di bidang kesehatan yaitu para bidan yang berhasil menembus area pedalaman di Indonesia. Bersama rekan-rekannya dari FK UI, Dr. Wisnu membangun sebuah sistem telehealth untuk mendeteksi jantung (EKG) dan alat USG. Sistem telehealth ini dibuat agar dapat diakses dimanapun dengan jangkauan yang mudah. Data yang terekam melalui alat pendeteksi jantung, misalnya, dapat langsung dikirimkan ke dokter ahli jantung untuk mendapatkan klarifikasi mengenai hasilnya. Sedangkan alat USG yang hingga saat ini masih dikembangkan, direncanakan dapat melihat kondisi janin secara real-time. Kedua alat telehealth ini juga akan dikombinasikan sehingga dapat diakses secara online. Melalui alat ini diharapkan dapat membantu para bidan dalam menjalankan tugasnya.
Pengabdian Dr. Wisnu tidak hanya di dunia penelitian, ia juga merupakan staf pengajar aktif di Fasilkom UI. Keterlibatannya di bidang riset diakuinya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan rekan-rekan mahasiswanya mulai dari mahasiswa S1, S2, dan S3. Untuk itu, menjadi suatu kebanggaan baginya bila ia dapat melihat mahasiswa didik maupun mahasiswa yang tergabung dalam risetnya dapat berhasil di bidang-bidang yang mereka minati. “Saya berusaha terus memotivasi mereka (mahasiswa) untuk dapat selalu bekerja keras, berdoa, dan meminta restu orang tua untuk dapat mencapai cita-cita yang mereka harapkan”, kata Dr. Wisnu dalam presentasinya. Dukungan Dr. Wisnu untuk mahasiswanya juga diberikan dalam bentuk kesempatan memperoleh koneksi dengan partner/rekan kerja beliau di luar negeri. Melalui seminar, kunjungan maupun konferensi yang diselenggarakan dibawah tanggungjawab Dr. Wisnu, mahasiswanya dapat mempublikasikan karya tulis (jurnal) di tingkat Internasional misalnya melalui konferensi ICACSIS (International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems) yang diselenggarakan oleh Fasilkom UI setiap tahunnya.
Dalam kesempatan lainnya di sesi presentasinya, Dr. Wisnu menyatakan “Ada tiga hal yang perlu dipelajari dan dipahami oleh manusia untuk menjadi orang yang cerdas dan sukses yaitu waktu, yang terdiri dari waktu istirahat, waktu belajar, dan waktu sosial. Orang yang cerdas dan sukses biasanya adalah orang yang memiliki waktu belajar lebih banyak karena dia merasa ilmu itu penting agar bisa disebut pintar dan karena sadar akan butuhnya jaringan/koneksi dengan orang lain maka biasanya dia akan memiliki waktu sosial yang juga lebih banyak. Oleh karena waktu belajar dan waktu sosialnya lebih banyak maka biasanya waktu istirahatlah yang harus dikorbankan. Kesimpulannya apapun yang ingin kita kerjakan, bila kita serius maka pasti akan kita sadari ada beberapa hal yang telah kita korbankan”. (IP)