Banyak perusahaan yang masih terjebak dalam proses manual untuk sejumlah proses bisnisnya. Hal ini dapat menghambat pergerakan perusahaan yang diharapkan semakin lincah atau agile dalam menyikapi perubahan yang serba cepat pada era disrupsi digital ini. Survei dari Forrester pada tahun 2022 menunjukkan bahwa inovasi dan otomatisasi proses bisnis adalah salah satu prioritas dari sekitar 75% perusahaan manufaktur di kawasan Asia Pasifik untuk meningkatkan efisiensi dan ketangguhan bisnis.
Dosen dan peneliti sistem informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) Dr. Panca Hadi Putra mengatakan otomatisasi merupakan konsep yang sudah lama diperkenalkan sejak tren sistem informasi berbasis elektronik pertama kali populer di tahun 90-an. Namun saat ini konsep tersebut gaungnya lebih diterdengar karena biaya untuk mengadopsi sistem informasi, khususnya yang berbasis teknologi internet untuk otomatisasi ini lebih terjangkau bagi organisasi atau bisnis. Di era transformasi digital sekarang, konsep otomatisasi dimaknai tidak hanya sebagai otomatisasi proses-proses bisnis rutin yang semula dilakukan secara manual. “Tapi juga dapat dikombinasikan dengan kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) untuk peningkatan produktivitas dan pembuatan keputusan yang lebih baik dengan sedikit mungkin intervensi manusia pada proses-proses bisnis terkait,” kata Dr. Panca.
Lebih lanjut disebutkan pada usaha menengah dan besar yang mengadopsi sistem informasi dan teknologi untuk otomatisasi secara umum sudah sampai pada level proses operasional dan level manajerial. Hal tersebut juga mencakup otomatisasi proses lintas fungsional mulai fungsi pengolahan, sumber daya manusia (SDM), hingga keuangan. Ke depan, diharapkan pelaku industri dapat mengakselerasikan otomatisasi dan integrasi proses-proses pada dua level tersebut demi mendukung pembuatan keputusan yang lebih baik. Harapannya melalui otomatisasi dan integrasi proses ini dapat menghasilkan ketersediaan big data yang baik. “Sehingga Pelaku industri nanti dapat memanfaatkannya untuk sistem business intelligence didukung dengan emerging technologies seperti AI dan robotika. Tugas kita di Indonesia adalah bagaimana pelaku industri yang mengadopsi otomatisasi ini tidak hanya dari usaha menengah dan besar, tapi juga usaha mikro dan kecil atau UMK,” sambungnya.
Strategi atau pendekatan pelaku industri terkait otomatisasi ini biasanya cenderung parsial, peicemeal dan siloed tanpa perencanaan yang matang. Dalam kata lain, proses bisnis yang diotomatisasi pada awal cakupannya hanya terbatas pada fungsional tertentu yang menjadi prioritas oleh pelaku industri. “Solusi otomatisasi yang populer saat ini adalah proses-proses terkait pengelolaan keuangan,” imbuhnya. Ia juga menuturkan pendekatan parsial dan piecemeal dalam jangka pendek dapat membawa dampak yang positif bagi organisasi. Namun seiring dengan meningkatnya cakupan proses yang diotomatisasi dan ragam sistem dan teknologi yang diadopsi dapat mengancam produktivitas organisasi jika tidak direncanakan dengan baik. “Jadi harapannya pendekatan otomatisasi oleh pelaku industri yang parsial dan piecemeal ini didukung dengan konsep perencanan yang sistematis dan integrasi antar proses,” kata Dr. Panca.
Lebih dalam ia juga menjelaskan, jika dilihat satu atau dua dekade yang lalu terkait otomatisasi proses, kendala utamanya adalah persoalan biaya dan ketersediaan solusinya. Namun di era disrupsi digital ini dengan biaya teknologi yang lebih terjangkau dan ketersediaan solusi yang melimpah, tantangannya juga berubah. “Tantangan bagi pelaku usaha sekarang tidak hanya bagaimana otomatisasi dapat membantu mengefisienkan operasional mereka, tetapi bagaimana memanfaatkannya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, termasuk meraih pangsa pasar yang lebih luas,” tegasnya.
Ia juga mengakui banyak yang beranggapan dengan hadirnya otomatisasi, peran manusia sebagai tenaga kerja akan dikesampingkan. Di satu sisi, ini memang benar khususnya untuk proses bisnis yang rutin dan dapat diotomatisasi. Kondisi ini bisa dilihat pada proses-proses manufaktur dan pelayanan pelanggan (customer service) yang dapat diotomatisasi dengan bantuan AI dan robotika. Namun di sisi lain, otomatisasi secara digital ini membuka peluang kesempatan kerja baru atau pekerjaan baru yang bisa dikatakan lima atau 10 tahun yang lalu tidak ada. Menurutnya, ini adalah tugas bagi pendidik untuk mempersiapkan SDM Indonesia yang tidak hanya dapat mengetahui potensi otomatisasi dan penerapannya, tetapi juga dapat menciptakan solusi otomatisasi yang dapat mengakomodasi keberagaman jenis usaha atau industri. “Proses pendidikan menyiapkan SDM ini dimulai dengan literasi digital, kemudian diikuti dengan pemahaman bagaimana teknologi dan sistem informasi dapat dirancang untuk mewujudkan tujuan-tujuan dari organisasi atau bisnis,” tutupnya.
Versi lengkap dari interview ini tampil pada Koran Sindo cetak pada tanggal 29 Juli 2022.